Selasa, 04 November 2014

Masa Lalu, Sekarang dan Masa Yang Akan Datang




BUMERANG

Sejarah   perjuangan   kampung  DOUP ( PANANG )

                Itu negeri kita, kampung PANANG wilayah dusun V desa kotabunan. Yang jaraknya dari desa Kotabunan ±1,2 KM, adapun kehidupan masyarakatnya Rata-rata Penambang “Penambang Galian Emas : Lobang, Penambang Material Koral dan Penambang Galian C Yaitu Batu,Pasir dan sirtu.



               

Negeri itu termasuk tempat saya berdiri ini dan sekelilingnya dalam radius ± 500 Ha Wilayah Pertambangan atau tepatnya Tanah Tambang yang diwariskan nene moyang sejak zaman dulu kala.
Konon pada tahun 1800-an M, Pertambangan ini dikuasai oleh Portugis dan Belanda, Sampai pada tahun 1928. Atas titah raja Bolaang Mongondow masyarakat pemilik kebun dikeluarkan dari tempat itu dengan alasan kepentingan kerajaan. Berdirilah Perusahan Tambang ( Maskapai Tapa’ i. Beken ) Pada akhir Perang Dunia Pertama perusahan ini sempat terhenti di karenakan EROPA kacau.
Pada tahun 1932 – 1942 Maskapai Tapa i. Beken Beroperasi kembali, perusahan ini berganti Kongsi dagang antara Portugis – Belanda menjadi Cina Belanda, Ketika beralih kongsi dagang, Pusat pengolahan di fokuskan di daerah TAPA’ Lokasi tersebut dikenal oleh masyarakat dengan istilah : Men 1 ( -1 ), Men 2  ( -2 ) Men 3 ( -3 ) DLL.
Pada masa itu wilayah Panang atau DOUP di tinggalkan dan dijadikan perkebunan kelapa, setelah masa Republik dikenal dengan sebutan ONDORNOMEN TAPA’ I. BEKEN. Sampai pada tahun 1970-an berubah status menjadi Hak Guna Usaha ( HGU Cv. Kebondian ).
Hak Guna Usaha Cv. Kebondian ini Luasnya ±100 Ha Keterangan ini saya peroleh dari paman saya         H.B Damopolii Alm. (Mantan Mandor Perkebunan Tapa’ i. Beken) pada tahun 1950-an dan keterangan lainnya dari almarhuma Bina Latojo Alm. yang kake’nya ( ayah dari ibunya bernama Arnold Vandein ) atau dikenal orang dengan paggilan Kapt. Arnold Vandeise sebagian keterangan saya dapat dari mendiang                         Om La’asar Tuela Alm.
Adapun lokasi panang ini dikenal dengan lokasi DOUP, Makanya di Card Peta Survei Belanda disebut Projeck DOUP, yang wilayahnya meliputi daerah Tambang Benteng dan Tapa’ arah Barat dan Arah Utara Dari wiayah Tambang TUNGOU, ONGKOBU, BATU BOIMBING, BAYUG sampai Wilayah Tambang ALASON PASOLO ( X NEWMONT ).

Namun disini saya bukan bertujuan mengurai panjang lebar menyangkut Maskapai Tapa’ i. Beken atau DOUP, Tetapi mengungkit ciri-ciri atau perjalanan Lokasi Tambang Panang atau DOUP dari Milik Masyarakat, kemudian menjadi milik kerajaan lalu menjadi milik Negara dalam Bentuk Hak Guna Usaha.
Pada awal tahun 1800-an Orang-Orang dari Desa Mongondow Berduyun-duyun dating kearah timur wilayah kerajaan Bolaang Mongondow untuk memperluas lokasi perkebunan dan tempat tinggal. Diantaranya Desa Mongondow, Motoboi Kecil, dan Pobundayan mendiami wilayah Bakan, Dayukon dan Bokaka. Orang-orang Bungko, Kopandakan Mendiami perkebunan Ongkobu’ dan Yohang. Orang-orang Mongkonai’ mendiami wilayah Perkebunan Pancurang.

Menjelang pertengahan tahun 1800-an Datu’ ( Aki saya ) Kake dari ayah saya bernama Dontu Damopolii pemuda asal Pobundayan melamar salah satu Putri dari Raja Abraham Sugeha ( Raja Bolaang Mongondow ) bernama Bai’ Lansong Sugeha. Melalui Proses adat istiadat Bolaang Mongondow, Pemuda Dontu Damopolii ini harus menanggung berbagai ketentuan adat sesuai dengan permintaan pihak mempelai wanita, terutama Tujuh ( 7 ) Kokasi Emas “pen’ pitu no kokasi in bulawan” Kokasi yang dimaksud dalam Bahasa adat tersebut yaitu Bambu Emas yang di potong ukuran 1 jengkal dalam tiap Ruas Bambu, Setiap satu ( 1 ) Kokasi itu di isi penuh dengan Biji-biji Emas. Untuk memenuhi ketentuan adat tersebut sang pemuda Dontu Damopolii pergi ke DAGAT TO BOTAK tepatnya lokasi DOUP atau disebut PANANG sekarang ini, dan membuat GUANG atau Galian secara Tradisional. Dibuat seperti Paritan menuju kearah gunung,paritannya dilapisi dengan ijuk Pohon Aren, kemudian bongkahan gunung itu diboangkar dengan KOKALI. Kokali ini dibuat dari pohon ENAU yang di Belah di jadikan seperti linggis, kemudian bongkahan gunung tersebut di hanyutkan dengan air melalui puritan yang berlapis ijuk Aren. Kemudian air itu diambil dari arah hulu sungai dan di salurkan melereng gunung sampai di penghujung Lereng di sambung dengan Pohon Enau yang besar dan dibelah dua Membentuk pipa belah di jadikan pancuran air. Lalu pancuran tersebut diarahkan ke bongkahan gunung ( material emas ) yang dibongkar dengan KOKALI ( penggali ) kemudian di hanyutkan melalui puritan berlapis ijuk tersebut. Hanyutan material Lumpur tersebut di garuk-garuk supaya pasir hitamnya mengendap pada ijuk, pasir hitam tersebut di sebut GINTO’ ( dalam bahasa Mongondow ). Dimana ada pasir hitam atau Ginto’ disitu juga ada biji-biji-an emas lepas. Pasir hitam sering disubut MASURU PASIR atau yang di sebut sekarang PASIR BESI ( Bijih Besi ). Makanya setiap 1 M3 Pasir Besi mengandung Emas 2-3 grm atau Lebih.

Sambil mencari dan mengumpulkan biji-biji emas tersebut Aki Dontu membuka kebun di arah UTARA DOUP/PANANG tepatnya jalan Bokaka sekarang ini,sampai Beliau dapat mengumpulkan tujuh ( 7 ) Kokasi Emas ( Mahar Perkawinan ).
Adapun Bambu Emas tempat penyimpanan Biji-biji emas tersebut di buat sedemikian rupa sehingga berbentuk Tabung berukir. Dan di dalam proses pengambilan biji-biji emas cara pemisahanya ( Pasir dan biji emas tersebut ) apabilah dilihat Endapan Pasir di Paritan sudah merata air di keringkan kemudian pasir yang sudah menipis Rata, diangkat beserta ijuknya dan diletakan ke dalam nampan yang terbuat dari Akar Kayu, Oleh penambang disebut DULANG, kemudian pasir itu di Dulang sampai tersisah pasir hitam dan biji emas. Kemudian pasir hitam dan biji emas tersebut dipindahkan pada sebuah tempat seperti baki atau Loyang dan sejenisnya lalu di jemur sampai kering.
Setelah kering pasir hitam di pisahkan dari biji emas dengan menggunakan besi berani ( Magnet ) atau Gunting. Sampai hanya tersisah biji emasnya. Nah.!! Biji emas inilah yang dimasukan kedalam Bambu Kokasi tersebut, Demikianlah sekelumit cara menambang tradisional
Setelah Aki Dontu Damopolii sudah berhasil mengumpulkan Tujuh (7) Potong Kokasi Bambu Berisi Biji Emas, beliau langsung menikah dengan Bai’ Lonsung Sugeha ( Putri Raja Abraham Sugeha ), karena beliau tidak mau menjadi Pejabat Kerajaan dan atas permintaan Sang istri supaya menjadi rakyat biasa maka Sang Raja Menganugerahkan Tanah yang berlokasi di daerah Bokaka.

Ditempat inilah kedua suami isteri itu beserta budak-budak pemberian Raja bermukim, yang oleh Aki Dontu para Budak di sebut dengan UTAT/SUDARA ( Kerabat ), dari bokaka inilah Aki Dontu mengajak Utat-utatnya yang berada di Bakan antara lain Aki Bagoa dan Kawan-kawan, kemudian Aki Bagoa beserta beberapa orang teman datang meneruskan Guang ( pengolahan emas secara tradisional ) yang dibuat oleh Aki Dontu. Rutinitas itu dilakukan oleh mereka setelah pasca Panen Jagung atau Padi di kebun berakhir. Karena (Alasanya) GUANG yang berada di Lokasi PATENDE ( antara BAKAN dan TUNGOU ) dan SIRANG      ( antara BATU PINUPUL dan BAKAN ) Hasilnya kurang memadai. 

Pada masa itu di pesisir Pantai KonTAMBUNAN ( sekarang KOTABUNAN ) sudah di diami oleh orang-orang suku BUGIS,BONE dan BUTON yang lari mengungsi dari Perang ARUPALAKA 
( Perang Saudara ), id.wikipedia.org/wiki/Arung_Palakka  suku-suku tersebut antara lain  :

-          LAMAJIDO’                        
-          LAMALUTA                         -   LANGARU
-          LABABU                               -   LAPAJAWA
-          LASAMBU                            -   LAWATU
-          LASABUDA                          -   LATOJO

Masyarakat yang tinggal di wilayah Hutan ( BAKAN,PANCURANG dan ONGKOBU ) Turun dan bermukim di wilayah DOUP atau PANANG dan Menbuat perkampungan selama beberapa Dekade, itu terjadi sebelum wilayah itu ( DOUP ) di serahkan Raja ke Pihak KOLONIAL BELANDA. Karena para penduduk penduduk pesisir pantai KonTAMBUNAN ( suku BUGIS ) sudah mengenal Peradaban dan mereka memiliki banyak barang bawahan, antara masyarakat DOUP dan Penduduk Pesisir Pantai KonTAMBUNAN saling tukar menukar barang ( BARTER ) karena belum mengenal system mata uang, Kemudian terjalin hubungan baik sampai terjadi perkawinan antar suku.

Sampai Pada Tahun 1901 KonTAMBUNAN di Buka Menjadi Kampung, Yaitu orang-orang asal BAKAN (garis keturunan Kampung Mongondow,Pobundayan dan Motoboi Kecil ), Orang-orang asal ONGKOBU (garis keturunan Kampung Bungko’ dan Kopandakan ) Membuka Kampung Buyat, Orang-orang asal PANCURANG ( garis keturunan Kampung Mongkonai’ ) membuka kampung tutuyan. Keabsahan cerita ini bisa dilihat dari kemiripan Entitas,Dialeg dan Cara Hidup masing-masing kampung tsb.

Namun KonTAMBUNAN ( Kotabunan ) tempat bertelur burung Maleo sudah lebih dulu dikuasai oleh suku bugis dan pendatang dari buton, maka orang-orang asal DOUP/BAKAN Mendiami KonTAMBUNAN bagian Barat, ( orang2 suku bugis sering menyebut mereka TAMBAHAN ).
SISTEM PENATAAN KOTA Kampung KonTAMBUNAN ( KOTABUNAN ) Pertama kali di Prakarsai Oleh Major KADATO yang bernama Y.C. Manoppo yang sekarang di sebut CAMAT ( Camat yang Pertama ).
Antara Masyarakat KOTABUNAN,BUYAT dan TUTUYAN tidak bisa di pisahkan karena Nilai Historis 
 ( sejarah ) “inanakan Mo gutat bo tolu adi’ ( satu garis persaudaraan ) dari persatuan BAKAN,PANCURANG dan ONGKOBU menjadi Kampung DOUP dan Seterusnya Menjadi 1 Kecamatan Besar, ( Kecamatan KOTABUNAN ).

DEMIKIAN SEKILAS PERJALAN KISAH “INANAKAN MO GUTAT BO TOLU ADI’ YANG TERHUBUNG KARENA WILAYAH DOUP/PANANG.
            Singkat cerita setelah EXPLORASI pendataan Belanda ternyata PANANG ( doup ) adalah sarangnya EMAS, Maka melalui tangan Raja di ambil alih dan berdirilah MASKAPAI TAPA I. BEKEN untungnya disini, masyarakat di perkenalkan dengan cara menambang semi modern dengan menggunakan system Gali Lobang, Trowongan dan Mengunakan Mercury ( air Raksa/air perak ).

Seiring waktu berjalan, masuk penjajahan JEPANG ke Indonesia karena perang ASIA TIMUR RAYA, maka Penambangan MASKAPAI TAPA I. BEKEN Terhenti.
Setelah 5 Tahun Berselang Pasca REVOLUSI 1945 Masyarakat mencari tambahan hidup selain bertani, dengan cara berkelompok-kelompok, Itu terjadi sampai pecah Perang PERMESTA ( Pembangunan Rakyat Semesta ) sebagai tujuan dari hakikat Undang-Undang dasar 1945.
Setelah Pasca perang PERMESTA pada tahun 1963 masyarakat Kotabunan,Kayumoyondi,dan Paret kembali menambang secara tradisional dengan menggunakan system TALANG PAPAN        ( BAK dengan TALANG ) Bak berfungsi sebagai penampungan tanah dan pasir Galian Talang sebagai saluran atau PARITAN tempat penyaringan Pasir dan Tanah.
Yang menggali lobang mencari BATU REP ( batu Emas ) setelah di dapat, dikumpul, di bakar dan di tumbuk sampai menjadi Tepung, Kemudian di DULANG mengunakan MERCURY ( Air Raksa ).

Pada tahun 1972 sulawesi utara di timpah kemarau panjang, dimana-mana masyarakat merasa kesulitan hidup, tidak ada Panen Ladang,Panen Sawah Bahkan Pohon Kelapapun Tidak Berbuah, Produksi Koprah Menurun.
Namun Kotabunan Pada Umumnya ( Sebelum dimekarkan menjadi enam (6) Desa ) dengan adanya PANANG dan BENTENG Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai Penambang. KEMARAU Yang Berkepanjanganpun Menjadi MUSIM SEMI bagi masyarakat Kotabunan. Perekonomian desa tidak mengalami guncangan apapun. Bahkan para pengusaha mendatangkan BERAS LANGSUNG DARI PARE-PARE dan KENDARI menggunakan Kapal Layar, Olehnya mayoritas masyarakat Sulawesi Utara Mengenal Kotabunan itu dengan sebutan NEGERI DOLAR bahkan Pepatah Kotabunan Menyebutkan sekalipun “PAYAH BERAS TAPI KAYA EMAS”
Pada tahun 1982 Sulawesi Utara di timpah lagi dengan kemarau panjang ±9 bln lamanya, Lagi-lagi Kotabunan ( DOUP/PANANG ) bertahan dengan Ekonominya yang taktergoyahkan, masyarakat berkelompok-kelompok menjalankan aktivitas penambangannya secara semi modern..

Sampai pada tahun 1985 beberapa orang Asing ( BULE ) dari Canada,Australia dan Filipina pertamakali melakukan peninjauan di beberapa tempat termasuk lokasi PANANG-BENTENG, Berawal dari Merekalah yang memberi petunjuk bagai mana cara menambang yang lebih baik, yaitu dengan mengunakan TROMOL dan MESIN, Serta MESIN PENGGILING BATU, Maka aktivitas penambangan tradisional masyarakat menjadi lebih giat lagi karena pekerjaanya lebih Mudah dan Simpel.
Tinggal ambil KORAL ( Pasir dan Batuan Kecil Material Emas ) kemudian masukan kedalam TROMOL menggunakan MERCURY 999 atau 666,kemudian digiling sampai menjadi lumpur, lumpur yang sudah terkontaminasi dengan mercury lalu di DULANG kemudian di saring mercurinya lalu di BAKAR sampai menjadi EMAS MURNI, Aktivitas berjalan sampai pada tahun 1989.

Pada akhir tahun 1988 Bupati Bolaang Mongondow Drs. Y.A. Damopolii Beserta rombongan MUSPIDA ( Musyawarah Pimpinan Daerah ) Datang berkunjung di Lokasi Pertambangan PANANG – BENTENG Kemudia Memerintahkan agar masyarakat baik Penambang ataupun Petani supaya berkumpul, Pada waktu itu tepatnya di Lokasi TROMOL Sdr. BOBY LAPIAN di BENTENG, Masyarakatpun Berkumpul kemudian Bupati BOL-MONG Memberikan Arahan dengan bahasa kekeluargaan antara lain Beliau mengatakan “Aka ikolom bo to uma’ bo oyu’on in intau bule’ka bonoyotakin in pamarentah, yo dika pa bo useron moni mu, sin mo sia tua in tonga’ bi’ mogama’ kon data, mo buta’ naton na’a in oyu’on kobonu in bulawan”. Artinya :
“Jika besok atau lusa ada orang ASING beserta pejabat pemerinatah mondar – mandir di lokasi kebun atau tanah siapa saja, jangan dulu kalian usir,karena mereka Cuma mengambil data, apakah tanah kita mengandung Emas atau Tidak.
 Tidak lama kemudian datanglah AGRARIA dari Provinsi beserta beberapa Orang BULE lengkap dengan PESAWAT PENGUKUR atau Alat Pengukur Tanah, Kemudian mereka melakukan kegiatan dibantu dengan beberapa orang pemuda dari kampung. Selang beberapa waktu munculah TIM dari Kantor DAERAH, KODIM dan POLRES, mereka menyatakan bahwa mereka adalah tim PETI ( Penambang Emas Tanpa Izin ) dan Melakukan Penertiban maka seluruh kegiatan Penambangan di HENTIKAN             ( DI TUTUP ), dan masyarakat tidak di izinkan lagi menambang sebab lokasi ini. pertambangan ini akan di kelola Oleh PT. ANEKA TAMBANG ( ANTAM ) dan berkerja sama dengan INVESTOR ASING, Sebab Negara kita di Lilit oleh hutang luar negeri yang sangat banyak. Dengan sangat kuatnya REZIM ORDE BARU pada masa itu, masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa. Maka mulailah terjadi pembongkaran dan pemindahan tempat usaha. ( TROMOL dan MESIN ), Namun sebagian membangunya di Belakang Dapur Rumah Mereka dan yang lainya membangun usaha mereka di tempat yang tersembunyi namun tidak begitu jauh dari kampong. Mulailah Penambangan dilakukan secara DIAM-DIAM dan TERSEMBUNYI.

Pada akhir tahun 1988 – 1989 PT. Aneka Tambang Mulai melakukan kegiatan membangun  BASE CAMP dan melakukan EXPLORASI, maka terjadilah PENGGUSURAN dimana-mana. OPERASI PETI pun di Perketat, mereka melakukan penyisiran DASENG ( Tempat Tinggal Penambang ) dan Pondok-pondok lubang, lalu di bakar habis, alat-alat memasak peralatan makan minum dirusak, beras-beras masyarakat penambang yang berada di DASENG atau PONDOK di BUANG HABIS, yang Merangkap Sebagai Pimpinan PT. ANEKA TAMBANG ( ANTAM ) pada saat itu adalah Bpk. Hidayat. Demikian mereka menyebutnya.

Karena tindakan mereka yang tidak berperikemanusaian itulah yang membuat masyarakat marah,
Bpk. Lexie M. Giroth ( Camat Kotabunan Pada saat itu ) Pun di sandera pemuda kemudian di Bawah menuju ke Base Camp ANTAM dengan tujuan untuk Memprotes dan meminta NEGOSIASI dengan pihak PERUSAHAN. Karena dari pihak PT.AN-TAM tidak mengizinkan masyarakat untuk masuk Area Base Camp sampai menjelang malam, Emosi masyarakat pun Memuncak dan Pukul 21.00 Wita/±jam 9 mlm terjadilah PEMBAKARAN Base Camp PT. ANEKA TAMBANG. Di perkirakan masyarakat yang datang pada hari malam itu melebihi 1000 Orang (satu kampong).
Akibat dari PEMBAKARAN itu pengamanan di perketat, personil di tambah. Harian Ibu Kota JAKARTA Memuat Berita “Base Camp dan Kantor PT. ANEKA TAMBANG di Bolaang Mongondow di BAKAR masa” Pasca Pembakaran CAMP, MOBILISASI terjadi PENGAMANAN beralih dari ANGKATAN DARAT ( KODIM ) ke BRIMOB ( Brigade Mobolosasi ).
Di tangan BRIMOB inilah Pengawasan Pengamanan di Perketat, Operasi Lebih Giat, Situasi Lebih Gila. Operasi di lakukan selama tiga (3) waktu operasi yang di tetap kan. dari jam 08.00 Pagi sampai jam 11.30 Siang, Dari Jam 14.00 Siang sampai Jam 17.00 Sore. Dan Dari Jam 19.30 Malam sampai jam 04.00 Pagi. Parah Penambang main kucing-kucingan, mereka mempelajari celah dan memanfaatkan lowongan itu, Namun bila tertangkap RESIKONYA, ada yang di suruh Push-Up, Shit-Up sampai di jemur di Matahari tanpa mengunakan busana. Bahkan MERTUA DAN MENANTUPUN DI SURUH BUKA BAJU,di suruh Peluk-pelukan,cium-ciuman saling menghisap lidah, Kalau tidak mau mereka di PUKUL dengan KOPOL RIM ( Ban Kulit Tentara ) atau Selang. Pokoknya tidak gampang perjuangan serta penderitaan masyarakat Penambang di Panang dan Benteng sehingga suatu ketika datang Tim GABUNGAN dari Provinsi di pimpin oleh Bpk. KAPOLDA dari Daerah di Pimpin Oleh Bpk. Bupati,terjadilah pertemuan dengan seluruh masyarakat penambang di BALAI PERTEMUAN UMUM KOTABUNAN ( BPU ).

Setelah Bpk.KAPOLDA memberikan penyampaian Bahwa sudah tidak bisa dilakukan lagi aktivitas penambangan di wilayah Panang-Benteng, salah satu tokoh masyarakatpun berdiri dan mengajukan pertanyaan, namun Bpk. KAPOLDA serta merta MENGINTIMIDASI si penanya. Sekejapun si tokoh masyarakat langsung Shock dan Pingsan. Pada hari itu masyarakat kotabunan tidak punya harapan lagi, termasuk peribadi Penulis ini mengajukan usulan agar kami masyarakat penambang di berikan wadah berupa KOPERASI TAMBANG di bawah naungan PT. ANEKA TAMBANG sebagai anak perusahan, Namun jawaban dari Bpk KAPOLDA Sekali Lagi tidak, Karena Persoalan ini sudah di dalam INDOKTRIN Pusat ( Kewenangan Pusat ).
Setelah bubar rapat, Para masyarakat penambang dan pengusaha bermusyawarah karena semua jalan sudah tertutup maka kita menggunakan cara terakhir yaitu denga system JATAH.

-          GUBERNUR,KAPOLDA dan DANREM           = Rp. 2.500.000,- /Bln
-          BUPATI, DANDIM, KAPOLRES                       = Rata-rata Rp. 2.000.000,- /Bln
-     KEPALA KEJAKSAAN dan PENGADILAN     = Rata-rata Rp. 1.000.000,- /Bln
-          CAMAT,KORAMIL dan KAPOLSEK                = Rata-rata Rp. 500.000,- / Bln

Jadi setiap bulan harus siap Rp.15.000.000,- di tambah jatah untuk petugas BRIMOB,persatu orang penambang Rp. 5.000,-/2 Minggu = setiap satu masa tugas BRIMOB,Jatah dari Pemilik Lobang sesuai kapasitas hasil dari Rp. 5.000,-/Lobang,Rp. 100.000,- sampai Rp. 1.500.000,- / Lobang dalam satu masa tugas ( 2 Minggu ). Dalam setiap masa tugas, BRIMOB mendapat jatah ± Rp.25.000.000,- di luar penjarahan Materia Emas siap Olah ( REP ). Sedangkan HARGA EMAS pada saat itu adalah Rp. 15.500,-/Gram dengan ketentuan waktu berkerja dari jam 18.30 Malam sampai Jam 05.00 Pagi demikian berjalan sampai 4 tahun.
Sampai pada tahuan 1993 baru penambang mendapatkan kebebasan untuk berkerja pada siang Hari. Pada saat itu juga banyak pengusaha tambang yang berhasil, Para Petugaspun Bergelimang Harta dan Emas sehingga Akhirnya mereka memberikan Kelonggaran total.
Sampai pada masa REVORMASI bergulir dan nilai tukar Rupiah jatuh sampai Rp. 15.000,-/Dolar Amerika masyarakat Kotabunan tidak merasakan RESESI atau KRISIS MONETER
( KRISMON ), Bahkan Kotabunan Jaya,banyak warga membangun Rumah.
Pada Tahun 1995 Orang-orang mulai membangun tempat jualan Rumah,Warung,Kios dll. Pada tahun itu tidak kurang 200 rumah yang berdiri di PANANG hingga sekarang ini yang bertahan tinggal ±70-an Rumah di tambah bangunan usaha Tromol dan TONG SIANIDA                                ( Tempat Pengolahan Emas ) sekalipun belum punya kepastian Namun masyarakat berharap Agar suatu kelak PANANG bisa menjadi desa Impian ( Desa DOUP ) walaupun sekarang ini baru dimekarkan menjadi wilayah Dusun V Desa Kotabunan.

Selagi giatnya masyarakat membangun MESJID dengan ukuran 12x12 M2. Tiba-tiba,         Stek Holder Terkait ( para pemegang kepentingan ) Menyatakan bahwa Lokasi ini Milik Perusahan PT. ARAFURA SURYA ALAM ( PT.ASA ) Atau JRBM J-RESOURCES BOLAANG MONGONDOW. Lucunya PT. ANEKA TAMBANG dan PEMERINTAH waktu itu mengatakan Hanya Pengambilan Data, yang jadi tanda Tanya ( ? ) di benak saya,, Kenapa Lahir CARD/IUP ( Izin Usaha Pertambangan ) PT.ANEKA TAMBANG dan CARD Tersebut di perjual belikan dari tangan ke tangan hingga sampai ke PT. ARAFURA SURYA ALAM yang sekarang Luas CARD/IUP itu sudah mencapai ±4000 Ha. Sementara Tanah X (bekas) Hak Guna Usaha (HGU) Luasnya hanya ±100 Ha. Yang di Claim pemerintah sebagai tanah milik Pemerintah. IRONISNYA di zaman KOLONIAL dengan Otoriter Raja secara Empires di Berangus Hak-Hak Rakyat, di Zaman Orde Baru di Tindas, di Intimidasi Hak-hak rakyat,dan di zaman kekinian yang serba super canggih, Modern dan Transparan, Lalu masi ada Pembohongan dan Pembodohan yang terjadi di masyarakat, sedangkan BANGSA ini menganut PAHAM yang BER’ASAS DEMOKRASI PANCASILA,UUD 45 serta NKRI
Tidak takut Kutukah Mereka para ( Stek Holder ) Terkait yang telah menggolkan AMDAL yang Oleh Beliau,telah di Kaji Oleh Para Pakar dan Ahli dan Telah di Sempurnakan Namun Nyatanya Kajian tersebut hanya Ocehan bibir para Penentu Kebijakan. dengan Dalih Kepentingan Bersama, masyarakat di tipu dengan menggunakan Bahasa DEWA.
Benar…!! Untuk menuju satu KEBAIKAN memerlukan beberapa PENGORBANAN. Tetapi haruskah masyarakat yang dikorbankan. Satuh HAL yang saya Pahami di sini,
DIBALIK KEPENTINGAN UMUM, BERSEMBUNYI KEPENTINGAN PRIBADI.
      Lalu bagaimana deangan nasib negeriku, saudara-saudaraku dan kehidupan mereka,sementara kemakmuran dan kejayaanya Pupus sudah, akibat ketamakan dan kerakusan orang-orang yang gila harta melalui tangan kuat sang penguasa dan mengatas namakan Negara atau Daerah. Negeriku menjadi korban sia-sia, jasadnya di mutilasi di aniyaya, Ruhnya dikunya. Malang,sungguh malang nasib negeriku, sedianya selaku Ibu (ibu pertiwi) dia berkorban untuk anak cucunya demi kemaslahatan mereka para anak-anak bangsa Putra daerah, namun apa yang tersisa akibat kerakusan dan ketamakan para tangan-tangan jail Cuma meninggalkan puing-puing dari rongsokan reruntuhan, kubangan, dan gundukan bebatuan sebagai buangan. Tepatnya sampah-sampah beracun yang di buang perusahan.

Dan gundukan-gundukan tersebut akan menjadi “BUMERANG” bagi Anak cucu di masa mendatang,    Kasihaaaann…….!!!!! Seharusnya tanah-tanah X HGU tidak di Claim Pemerintah sebagai miliknya, karena itu warisan leluhur,warisan nene moyang untuk anak cucunya, Namun oleh sang penguasa, sang Otoriter ( Sang Raja ) dengan titah dan kedigdayaanya, itu di Rampok : Sadisnya Nene Moyang sang Jelata diusir dari tempatnya… itu jangan terulan lagi di zaman ini,, karena pintu gerbang dunia sudah terbuka.
Memang ada benarnya kata mereka.. “Hilang negeriku karena ulah ketamakanmu, Suram masa depanku karena tipu dayamu, Terancam nyawaku karena perbuatan mu”
………………….Kasihaaaann.. negeriku…………………
……………..Kasihaaaann.. Saudara-saudaraku………………
………………Kasihaaaann.. Nasibku………………
      Kampung itu, Negeriku, Tempat Pergantungan Hidupku dan Saudara-saudaraku,  Nasibku dan Kehidupanku Bergantung DISITU..

NEGERIKU CINTA AKAN BINASA, OLEH TANGAN-TANGAN TERKUTUK DARI PENDOSA.




Writer By :
* Bayu Damopolii

* Suradji Damopolii

Editor :
* Bayu Damoolii

Sponsor By


Nara Sumber Cerita :
- Yacobus Cornelius Manoppo
- Mores Butod Manoppo
- Inde' Siti Paputungan ( nene akong )
- Damo Damopolii
- G.B. Damopolii
- La'asar Tuela ( Mandor Maskapai Tapa' i Beken )
- Deong Yakobus Manoppo
- H.B. Damopolii
- Ba'ai Bina Latojo
- Laki Nais Ginoga
- Laki Budu Sariambapu
- Laki Husen Mamonto
- Laki Hayat Beeg
- Bangki' Damopolii
- Lee Ing Se
- Aki Ambulo Mokoginta
- Lombu' Paputungan
- Saya Potabuga
- Jhon Sestra Lapian
- Limbalo Sariambapu

Document Pribadi

Kehidupan Sehari-hari Masyarakat Doup/Panang










Lahan Pekerjaan Para Penambang Pasir di Panang,Kotabunan


Lahan Pekerjaan Para Penambang Batu di Panang,Kotabunan




 Doup/Panang Village









Gambar Mesjid Baithul Adzim Panang
Gambar di ambil tgl. 15-Juli-2013


 Lahan Pekerjaan Para Penambang Emas Tradisional ( Lubang ) di Panang,Kotabunan







Tempat Tinggal Para Penambang Emas ( Sabua'/Daseng )



 Lahan Pekerjaan Para Penambang Emas Tradisional ( Ba Koral ) di Panang,Kotabunan


 Lahan Pekerjaan Para Pengusaha Emas ( Tromol ) di Panang,Kotabunan









Stok Material Emas Sebelum di Proses Masyarakat


 Proses Pengolahan Emas Tradisional ( Ba Rempel )
(penumbukkan/penghancuran material sebelum masuk ke proses penggiling)



 Proses Pengolahan Emas Tradisional ( Ba Giling )
(material yang telah hancur di masukan ke penggiling, untuk dicampurkan dengan


 Proses Pengolahan Emas Tradisional Menggunakan Ijuk sebagai
Bahan Penahan Material Partikel Emas di serapan MERCURY ( Air Raksa )

 



 Proses Pengolahan Emas Tradisional ( Ba Dulang )



MERCURY ( Air Raksa ) yang telah terkontaminasi dengan Emas






 Proses Pengolahan Emas Tradisional
Proses Pemisahan MERCURY ( Air Raksa ) dan Material Partikel Emas








Foto Lexie M Giroth ( X Camat Kotabunan )



Artikel Terkait :
Specifikasi Material Panang Link http://panangbukitemas.blogspot.com/


 Tunggu Bagian Ke 2 Cerita Ini.
Terimakaih.. :D